PSSI telah mempunyai pengurusan baru tahun 2015/2019 dalam susunan pengurusan tersebut tidak jauh berbeda dari pengurusan sebelumnya. Kepengurusan sekarang di ini bisa dibilang di dominasi oleh orang orang parpol dan organisasi yang hanya mementingkan kepentingan kelompok mereka, selain itu pada pengurusan PSSI sekarang masih di dominasi oleh orang lama.
Apakah prestasi yang bisa di banggakan dari pengurusan PSSI 2011/2014 sehingga mereka begitu percaya diri mencalonkan dirinya kembali? Dualisme liga hinga dualisme timnas bisa di bilang prestasi? atau pengaturan skor dan sepak bola gajah? Penunggakan gaji club Indonesia atau meninggalnya pemain yang berkompetisi di tanah air ini? Apakah itu sebuah prestasi sehingga bapak bapak tersebut dengan gagahnya maju dalam pengurusan 2015/2019? Kalau itu prestasi mengapa Azwar Anas mengundurkan diri dari jabatan ketua PSSI di tahun 1999?
Tapi ada sepercik harapan pada Timnas U19 yang berhasil menjadi juara AFF U19 serta lolos ke gelaran Piala Asia U19. Namun harapan itu di gadaikan sendiri oleh PSSI, mereka menjadikan tim ini seperti sapi perah dengan mengadakan Tour Nusantara dengan 2 episode, alhasil tim yang dilatih Indra Syafri ini gagal total di ajang Piala Asia U19.
Sekarang PSSI telah dibekukan oleh Kemenpora dan menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia apalagi dengan pembekuan ini Indonesia semakin dekat dengan sanksi FIFA yang beberapa kali digunakan oleh PSSI untuk berlindung dari Kemenpora.
Sebenarnya apa yang harus ditakuti dari sanksi FIFA? Seharusnya ini bisa menjadi titik balik sepakbola kita, banyak negara yang disanksi FIFA berubah ke arah yang positif. Contohnya Timor Leste, negara ini suskses mengangkangi Indonesia di peringkat FIFA padahal disaat negara ini masih menjadi provinsi di Indonesia mereka tidak pernah lolos ke PON (Pekan Olahraga Nasional) selain itu ada Bosnia Herzegovina, negara ini bahkan menjadi kontestan Piala Dunia 2014 setelah di sanksi oleh FIFA pada tahun 2011.
Kemenpora juga bisa belajar dari pemerintahan Australia untuk menghindari sanksi FIFA. Australia sendiri pernah melakukan intervensi kepada FFA (PSSI Australia) tapi mereka terbebas dari sanksi FIFA. Intervensi yang di lakukan pemerintah Australia kepada FFA bukan tanpa sebab. Karena saat itu keadaan sepakbola Australia tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia saat ini, pengaturan skor, jual beli pertandingan, kental akan politik, hingga pemilik club yang menjabat posisi penting di FFA. Hasilnya Australia bahkan menjadi langganan kontestan Piala Dunia dan terakhir Australia berhasil menjuarai Piala Asia 2015.
Keputusan yang diambil Kemenpora ini bisa saja menjadi masalah baru bagi sepakbola Indonesia kedepanya, salah satunya adalah mengulang apa yang terjadi pada tahun 2012 dimana terjadinya dualisme liga hingga timnas, pasalnya banyak pemilik klub di Indonesia adalah pejabat PSSI serta kroninya. Masalah kedua adalah Liga Indonesia yang akan di kelola oleh KONI-KOI untuk sementara, karena dalam memutar kompetisi membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan berarti Kemenpora akan memakai uang "rakyat" untuk mengelola liga sebagaimana yang di tulis dalam surat keputusan Kemenpora. Rakyat indonesia bisa saja mempersilahkan Kemenpora untuk memakai uang mereka jika sepakbola Indonesia benar benar bisa berprestasi tapi jika sebaliknya?
Rakyat Indonesia hanya inginkan sepakbola di negara ini bebas dari unsur politik, PSSI dan pengelola liga yang profesional, tidak ada lagi pemain yang mengemis meminta gaji yang tidak dibayar pihak club, dan yang terpenting adalah Timnas Indonesia kembali menjadi macan asia.